Kondisi alam berupa Bonorawa saat itu, secara ekonomi kurang menguntungkan bagi masyarakat Kabupaten Lamongan, karena kegiatan usaha di bidang perikanan yang mereka lakukan memiliki faktor resiko yang sangat tinggi.
Dalam upaya meningkatkan nilai potensi tersebut; pada akhir tahun 1950-an, di wilayah ini dilaksanakan kegiatan/proyek Pengembangan Potensi Bonorawa, yang saat itu dikenal dengan proyek “Coprono“
Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk imprentarisasi, penataan dan legalitas status kepemilikan laluan di wilayah Bonorowo. Hasil kegiatan tersebut antara lain telah diperoleh data mengenai luas potensi sawah tambak sekaligus lokasinya. Dimana pada tahun 1958 telah tercatat luas sawah tambak di Kabupaten Lamongan + 2.626 hektar.
Sementara itu aktivitas penyuluhan Dinas Perikanan terus berjalan dan diperluas kesegenap penjuru wilayah yang keadaan perairannya hampir sama, juga dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung untuk pengembangan potensi tersebut.
Untuk mengetahui secara rinci tahapan perkembangan sawah tambak di Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada tabel berikut :
PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN NILAI PRODUKSI
SAWAH TAMBAK KABUPATEN LAMONGAN
(TAHUN 1969 – 2009)
No Tahun Luas (Ha) Produksi
(kg) Nilai
Produksi
(Rp.) Keterangan
1. 1969 3.583 849.850 - Tawes, Tombro, Bandeng
2. 1974 4.510 5.955.220 - Tawes, Tombro, Bandeng
3. 1979 7.672 7.195.825 - Tawes, Tombro, Bandeng
4. 1984 12.138 18.642.792 - Tawes, Tombro, Bandeng
5. 1989 1989 20.142.792 - Tawes, Tombro, Bandeng, UdangWindu
6. 1994 15.452,5 21.415.375 - Tawes, Tombro, Bandeng, Udang Windu Nila
7. 1999 19.418 - Tawes, Tombro, Bandeng,
Udang Windu, Nila
8. 2004 23.602,63 - Tawes, Tombro, Bandeng,
Uadang Windu, Nila
9. 2009 23.454.73 - Tawes, Tombro, Bandeng
Udang Vanname, Nila
*) Udang Windu Thn 1988 s/d 2004
*) Udang Vanname Thn 2006 s/d sekarang
*) Nila Thn 1993 s/d sekarang
Demikian sekilas sejarah dan perkembangan sawah tambak di Kabupaten, mudah-mudahan dapat dipakai sebagai acuhan oleh Rekan penyuluh berbagai tikah didalam komitmen pengembangan perikanan Kabupaten Lamongan.
Terima kasih.
Usaha Budidaya Ikan
Budidaya ikan di air tawar (sawah tambak) di Kab. Lamongan.
Jumat, 11 Februari 2011
MENENGOK SEJARAH SAWAH TAMBAK DI KABUPATEN LAMONGAN DAN PERKEMBANGANNYA Oleh: Ir. Muntalim MM ( Ka. UPT Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan )
Pada era sebelum tahun 1960-an Kabupaten Lamongan merupakan suatu wilayah yang kurang diperhitungkan dari sisi potensi ekonominya. Hal ini disebabkan kondisi geografis yang kurang menguntungkan, dimana sebagian wilayah Kabupaten Lamongan merupakan bukit kapur yang tandus dan sebagian lainnya merupakan kawasan bonorowo ( rawa-rawa ) yang selalu tergenang air pada musim penghujan dan kering pada saat musim kemarau. Luas kawasan bonorowo ini mencapai lebih kurang 50,17% dari luasan Kabupaten Lamongan atau lebih kurang 90.984 ha.
Menurut cerita kuno bahwa jauh sebelum tahun 1950, bonorowo yang ada di Kabupaten Lamongan merupakan tepian Laut Jawa ( pesisir ). Hal ini dibuktikan dengan adanya bekas-bekas cangkang / kulit kerang-kerangan di beberapa tempat di wilayah bonorowo. Dalam cerita tersebut juga diinformasikan bahwa pada tempo dulu kapal-kapal dagang yang berasal dari Daratan Tiongkok juga sering berlabuh diwilayah tersebut, tepatnya disekitar desa Soko kecamatan Glagah. Hal ini dibuktikan dengan adanya penggalan..............
Mungkin karena peristiwa alamiah, yang kemudian merubah permukaan dasar laut di wilayah tersebut sehingga terbentuk daratan. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya ” KOM ” yakni daratan yang berbentuk seperti mangkok, dimana secara geografis berada dibawah permukaan laut. Keadaan alam yang demikian pada saat ini sangat-sangat tidak menguntungkan bagi masyarakat Lamongan yang umumny bekerja sebagai petani.
Pada musim penghujan selalu penuh air dan pada musim kemarau sangat kering, sehingga kegiatan bertani hanya menanam padi dan bersifat untung-untungan, dimana saat musim penghujan terkena banjir dan pada saat musim kemarau sering terkena hama tikus. Pada era bersamaan di beberapa daerah seperti Sidoarjo dan Gresik telah usahakan pemeliharaan ikan ditambak darat dan tambak air payau, dengan jenis ikan Mujaer, Tombro dan Bandeng.
Entah siapa yang mengawalinya, konon menurut cerita berawal dari pengalaman mereka mengikuti kegiatan keluarganya yang ada di Gresik, orang tersebut mencoba memanfaatkan genangan air yang ada disekitarnya dengan cara membuat tanggul dan memasukkan ikan untuk dipelihara, dan pada saat itu yang dipelihara adalah jenis ikan yang sudah ada diperairan tersebut, yakni ikan Tawes ( Puntius javanicus ).
Berhasil memelihara ikan Tawes, kemudian mereka mencoba membawa benih ikan Bandeng ( nener ) yang saat itu sudah banyak dipelihara di tambak payau wilayah Gresik. Alhasil, ikan Bandeng dapat hidup dan berkembang dengan baik, yang kemudian diikuti oleh petani-petani yang lain.
Mendengar informasi adanya usaha pemeliharaan ikan di lahan Bonorowo, selanjutnya Cabang Dinas Perikanan Darat yang ada di Kabupaten Lamongan, mulai melakukan inventarisasi dan pembinaan-pembinaan secara intensif, begitu pula Dinas Perikan Darat Propinsi Jawa Timur saat ini. Mengingat kondisi alamiah dan teknis yang dilaksanakan oleh masyarakat Lamongan sangat berbeda dengan beberapa daerah lainnya, termasuk tambak darat di Surabaya, yang pada saat itu juga mulai berkembang, dimana pada lahan tersebut musim penghujan ditanami ikan dan pada saat musim kemarau di tanami padi, maka untuk nomenklatur / penamaannya juga tidak bisa di samakan dengan yang lain. Oleh karena itu untuk kegiatan usaha pemeliharaan ikan selalu bergantian dengan penanaman padi, disebut dengan ” Sawah Tambak ”.
Pada tahun 1960, melalui Dinas Perikanan Propinsi Jawa Timur telah memberikan bantuan pencetakan sawah tambak di Kabupaten Lamongan seluas lebih kurang 1000 ha. Upaya tersebut terus dilakukan sampai saat ini, sehingga luasan sawah tambak Kabupaten Lamongan pada tahun 2009 mencapai lebih kurang 23.602 ha. ( Diambil dari berbagai sumber, bersambung edisi berikutnya )
Menurut cerita kuno bahwa jauh sebelum tahun 1950, bonorowo yang ada di Kabupaten Lamongan merupakan tepian Laut Jawa ( pesisir ). Hal ini dibuktikan dengan adanya bekas-bekas cangkang / kulit kerang-kerangan di beberapa tempat di wilayah bonorowo. Dalam cerita tersebut juga diinformasikan bahwa pada tempo dulu kapal-kapal dagang yang berasal dari Daratan Tiongkok juga sering berlabuh diwilayah tersebut, tepatnya disekitar desa Soko kecamatan Glagah. Hal ini dibuktikan dengan adanya penggalan..............
Mungkin karena peristiwa alamiah, yang kemudian merubah permukaan dasar laut di wilayah tersebut sehingga terbentuk daratan. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya ” KOM ” yakni daratan yang berbentuk seperti mangkok, dimana secara geografis berada dibawah permukaan laut. Keadaan alam yang demikian pada saat ini sangat-sangat tidak menguntungkan bagi masyarakat Lamongan yang umumny bekerja sebagai petani.
Pada musim penghujan selalu penuh air dan pada musim kemarau sangat kering, sehingga kegiatan bertani hanya menanam padi dan bersifat untung-untungan, dimana saat musim penghujan terkena banjir dan pada saat musim kemarau sering terkena hama tikus. Pada era bersamaan di beberapa daerah seperti Sidoarjo dan Gresik telah usahakan pemeliharaan ikan ditambak darat dan tambak air payau, dengan jenis ikan Mujaer, Tombro dan Bandeng.
Entah siapa yang mengawalinya, konon menurut cerita berawal dari pengalaman mereka mengikuti kegiatan keluarganya yang ada di Gresik, orang tersebut mencoba memanfaatkan genangan air yang ada disekitarnya dengan cara membuat tanggul dan memasukkan ikan untuk dipelihara, dan pada saat itu yang dipelihara adalah jenis ikan yang sudah ada diperairan tersebut, yakni ikan Tawes ( Puntius javanicus ).
Berhasil memelihara ikan Tawes, kemudian mereka mencoba membawa benih ikan Bandeng ( nener ) yang saat itu sudah banyak dipelihara di tambak payau wilayah Gresik. Alhasil, ikan Bandeng dapat hidup dan berkembang dengan baik, yang kemudian diikuti oleh petani-petani yang lain.
Mendengar informasi adanya usaha pemeliharaan ikan di lahan Bonorowo, selanjutnya Cabang Dinas Perikanan Darat yang ada di Kabupaten Lamongan, mulai melakukan inventarisasi dan pembinaan-pembinaan secara intensif, begitu pula Dinas Perikan Darat Propinsi Jawa Timur saat ini. Mengingat kondisi alamiah dan teknis yang dilaksanakan oleh masyarakat Lamongan sangat berbeda dengan beberapa daerah lainnya, termasuk tambak darat di Surabaya, yang pada saat itu juga mulai berkembang, dimana pada lahan tersebut musim penghujan ditanami ikan dan pada saat musim kemarau di tanami padi, maka untuk nomenklatur / penamaannya juga tidak bisa di samakan dengan yang lain. Oleh karena itu untuk kegiatan usaha pemeliharaan ikan selalu bergantian dengan penanaman padi, disebut dengan ” Sawah Tambak ”.
Pada tahun 1960, melalui Dinas Perikanan Propinsi Jawa Timur telah memberikan bantuan pencetakan sawah tambak di Kabupaten Lamongan seluas lebih kurang 1000 ha. Upaya tersebut terus dilakukan sampai saat ini, sehingga luasan sawah tambak Kabupaten Lamongan pada tahun 2009 mencapai lebih kurang 23.602 ha. ( Diambil dari berbagai sumber, bersambung edisi berikutnya )
ENCENG GONDOK DI LINGKUP SAWAH TAMBAK MERUGIKAN ATAU MENGUNTUNGKAN ? ( oleh Suyadi, S.Pi )
Sepanjang bulan Mei tahun 2010, informasi yang sering kita dengar dan lihat sehubungan dengan usaha budidaya ikan di sawah tambak di Kabupaten Lamongan adalah adanya musibah banjir yang telah merendam ribuan hektar sawah tambak di beberapa wilayah kecamatan yang memiliki potensi budidaya ikan di sawah tambak. Sehingga pembudidaya ikan mengalami kerugian yang sangat besar dari musibah ini.. Sebenarnya ada fenomena lain, yang menarik untuk kita perhatikan bersama, yaitu terjadinya booming (pertumbuhan yang pesat) dari tumbuhan Enceng Gondok di lingkungan sekitar sawah tambak, di telaga, rawa maupun sepanjang sungai yang melingkupi area sawah tambak.
Tumbuhan Enceng gondok ( Eichhornia crassiper ) atau sering kita sebut Bengok, merupakan tumbuhan yang hidup di permukaan air dan sering dikategorikan sebagai gulma yang merusak lingkungan perairan. Bengok, masuk dalam famili Pontederiaceae, dapat tumbuh subur di lingkungan sekitar sawah tambak, diduga akibat keberadaan sisa-sisa pupuk di sawah tambak, yang ikut keluar bersamaan terjadinya rendaman banjir. Kita sering melihat keberadaan tumbuhan enceng gondok ini, dapat memenuhi permukaan saluran air dan sungai-sungai di sekitar sawah tambak. Dan tentunya akan berdampak bagi masyarakat, terutama pembudidaya ikan yang ada di wilayah tersebut.
Dampak negatif keberadaan Enceng Gondok ini yang perlu kita perhatikan diantaranya adalah:
- Menurunnya jumlah cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan, sehingga tingkat kelarutan Oksigen dalam air berkurang.
- Meningkatnya evapotranspirasi yaitu penguapan dan hilangnya air, melalui daun, karena ukuran daun enceng gondok yang lebar dan cepat tumbuhnya.
- Enceng gondok yang mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat proses pendangkalan.
- Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia, misalnya nyamuk dan tikus.
- Menurunnya estetika, tingkat keindahan lingkungan
- Menghambat transportasi, perahu maupun aliran air yang sering tersumbat.
- Menggunakan Herbisida
- Mengangkat secara langsung enceng gondok tersebut dari badan air
- Menggunakan ikan predator alami, misalnya dari golongan ikan Grass Carp, yaitu dari jenis ikan Ctenopharyngodon idella, atau yang sering kita sebut sebagai ikan Koan.
- Memanfaatkan enceng godok, misalnya sebagai bahan dasar pembuatan kertas, kompos, biogas, peralatan kerajinan tangan dan sebagai media tumbuh jamur merang.
Meskipun enceng gondok dianggap sebagai gulma di perairan, tetapi sebenarnya ia berperan dalam menangkap polutan logam berat. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dalam waktu 24 jam, enceng gondok mampu menyerap logam Kadmium ( Cd ), merkuri ( Hg ), dan nikel ( Ni ), masing-masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g dan 1,16 mg/g, bila logam itu tidak bercampur. Enceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering, apabila logam-logam itu berada dalam keadaan bercampur dengan logam lain. Sedangkan peneliti lain mengatakan logam Chrom ( Cr ) dapat diserap enceng gondok secara maksimal pada pH 7. Selain dapat menyerap logam berat Enceng gondok juga mampu menyerap residu pestisida.
Untuk saat ini yang sering pula kita melihat, bahwa para pembudidaya ikan juga memanfaatkan enceng gondok sebagai pematang tambahan, untuk membantu peran waring, dalam mencegah keluarnya ikan akibat volume air sawah tambak yang sangat tinggi.
Langganan:
Postingan (Atom)