Jumat, 11 Februari 2011

MENENGOK SEJARAH SAWAH TAMBAK DI KABUPATEN LAMONGAN DAN PERKEMBANGANNYA Oleh: Ir. Muntalim MM ( Ka. UPT Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan )

Pada era sebelum tahun 1960-an Kabupaten Lamongan merupakan suatu wilayah yang kurang diperhitungkan dari sisi potensi ekonominya. Hal ini disebabkan kondisi geografis yang kurang menguntungkan, dimana sebagian wilayah Kabupaten Lamongan merupakan bukit kapur yang tandus dan sebagian lainnya merupakan kawasan bonorowo ( rawa-rawa ) yang selalu tergenang air pada musim penghujan dan kering pada saat musim kemarau. Luas kawasan bonorowo ini mencapai lebih kurang 50,17% dari luasan Kabupaten Lamongan atau lebih kurang 90.984 ha.
Menurut cerita kuno bahwa jauh sebelum tahun 1950, bonorowo yang ada di Kabupaten Lamongan merupakan tepian Laut Jawa ( pesisir ). Hal ini dibuktikan dengan adanya bekas-bekas cangkang / kulit kerang-kerangan di beberapa tempat di wilayah bonorowo. Dalam cerita tersebut juga diinformasikan bahwa pada tempo dulu kapal-kapal dagang yang berasal dari Daratan Tiongkok juga sering berlabuh diwilayah tersebut, tepatnya disekitar desa Soko kecamatan Glagah. Hal ini dibuktikan dengan adanya penggalan..............
Mungkin karena peristiwa alamiah, yang kemudian merubah permukaan dasar laut di wilayah tersebut sehingga terbentuk daratan. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya ” KOM ” yakni daratan yang berbentuk seperti mangkok, dimana secara geografis berada dibawah permukaan laut. Keadaan alam yang demikian pada saat ini sangat-sangat tidak menguntungkan bagi masyarakat Lamongan yang umumny bekerja sebagai petani.
Pada musim penghujan selalu penuh air dan pada musim kemarau sangat kering, sehingga kegiatan bertani hanya menanam padi dan bersifat untung-untungan, dimana saat musim penghujan terkena banjir dan pada saat musim kemarau sering terkena hama tikus. Pada era bersamaan di beberapa daerah seperti Sidoarjo dan Gresik telah usahakan pemeliharaan ikan ditambak darat dan tambak air payau, dengan jenis ikan Mujaer, Tombro dan Bandeng.
Entah siapa yang mengawalinya, konon menurut cerita berawal dari pengalaman mereka mengikuti kegiatan keluarganya yang ada di Gresik, orang tersebut mencoba memanfaatkan genangan air yang ada disekitarnya dengan cara membuat tanggul dan memasukkan ikan untuk dipelihara, dan pada saat itu yang dipelihara adalah jenis ikan yang sudah ada diperairan tersebut, yakni ikan Tawes ( Puntius javanicus ).
Berhasil memelihara ikan Tawes, kemudian mereka mencoba membawa benih ikan Bandeng ( nener ) yang saat itu sudah banyak dipelihara di tambak payau wilayah Gresik. Alhasil, ikan Bandeng dapat hidup dan berkembang dengan baik, yang kemudian diikuti oleh petani-petani yang lain.
Mendengar informasi adanya usaha pemeliharaan ikan di lahan Bonorowo, selanjutnya Cabang Dinas Perikanan Darat yang ada di Kabupaten Lamongan, mulai melakukan inventarisasi dan pembinaan-pembinaan secara intensif, begitu pula Dinas Perikan Darat Propinsi Jawa Timur saat ini. Mengingat kondisi alamiah dan teknis yang dilaksanakan oleh masyarakat Lamongan sangat berbeda dengan beberapa daerah lainnya, termasuk tambak darat di Surabaya, yang pada saat itu juga mulai berkembang, dimana pada lahan tersebut musim penghujan ditanami ikan dan pada saat musim kemarau di tanami padi, maka untuk nomenklatur / penamaannya juga tidak bisa di samakan dengan yang lain. Oleh karena itu untuk kegiatan usaha pemeliharaan ikan selalu bergantian dengan penanaman padi, disebut dengan ” Sawah Tambak ”.
Pada tahun 1960, melalui Dinas Perikanan Propinsi Jawa Timur telah memberikan bantuan pencetakan sawah tambak di Kabupaten Lamongan seluas lebih kurang 1000 ha. Upaya tersebut terus dilakukan sampai saat ini, sehingga luasan sawah tambak Kabupaten Lamongan pada tahun 2009 mencapai lebih kurang 23.602 ha. ( Diambil dari berbagai sumber, bersambung edisi berikutnya )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar